Masyarakat Madani
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang
menggambarkan masyarakat beradab yang mengacu pada nila-nilai kebajikan dengan
mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif
bagi penempatan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Namun
demikian, untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikan
telapak tangan. Membentuk masyarakat madani memerlukan peroses panjang, serta
menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasikan diri
secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa itu masyarakat madani?
2. Bagaimana ciri-ciri masyarakat madani?
3. Bagaimana demokrasi melalui masyarakat
madani?
4. Bagaimana perkembangan masyarakat madani
di Indonesia?
5. Bagaimana hubungan negara dengan masyarakat madani?
1.3.Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian masyarakat madani.
2.
Untuk mengetahui ciri-ciri masyarakat madani.
3.
Untuk mengetahui demokrasi melalui masyarakat
madani.
4.
Untuk mengetahui perkembangan masyarakat madani di Indonesia.
5.
Untuk mengetahui hubungan negara dengan masyarakat madani
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Masyarakat
Madani
Pernahkah anda mendengar
istilah masyarakat madani? Lalu apakah anda tahu apa masyarakat madani itu?
Masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam
membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. Kata madani berasal dari
bahasa inggris yang artinya civil atau civilized (beradab). Istilah masyarakat
madani adalah terjemahan dari civil atau civilized society, yang berarti
masyarakat yang berperadaban. Untuk pertama kali istilah masyarakat madani di
munculkan oleh Anwar Ibrahim, Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia. Menurut
Anwar Ibrahim, “masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu
dengan kestabilan masyarakat”
Wacana masyarakat madani
mulai popular sekitar awal tahun 90-an di Indonesia dan masih terdengar asing
pada sebagian dari kita. Konsep ini awalnya berkembang di Barat, dan berakhir
setelah lama terlupakan dalam perdebatan wacana sosial modern, dan kemudian
mengalami revitalisasi terutama ketika Eropa timur dilanda gelombang reformasi
di tahun-tahun pertengahan 80-an hingga 90-an. Mengenai wacana tentang
masyarakat madani masih dalam perdebatan, namun beberapa kalangan ada yang
berpendapat bahwa masyarakat madani adalah persamaan dari kata civil society[1].
Civil Society sebagai
sebuah konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa
Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju
kehidupan masyarakat industri kapitalis[2].
Proses sejarah dari masyarakat Barat, perkembangannya bisa diruntut mulai dari
Cecero sampai pada Antonio Gramsci dan De’Tocquville bahkan menurut Manfred
Ridel, Cohen, dan Arato serta M Dawam Raharjo, pada masa Aristoteles wacana civil
society sudah dirumuskan sebagai system kenegaraan dengan menggunakan istilah
koinonia politike yaitu sebuah komunitas politik tempat warga terlibat
langsung pada percaturan ekonomi dan politik serta pengambilan keputusan.
Konsep
civil society kemudian dikembangkan oleh filosof John Locke dari istilah
Civillian Govermant (pemerintahan sipil) yang berasal dari bukunya Civilian
Goverment pada tahun 1960. Buku tersebut mempunyai misi menghidupkan pesan
masyarakat dalam menghadapi kekuasaan-kekuasaan mutlak para raja dan hak
istimewa para bangsawan[3].
Locke
membangun pemikiran otoritas umat untuk merealisasikan kemerdekaan dan
kekuasaan elit yang memonopoli kekuasaan dan kekayaan dalam misi pembentukan
pemerintahan sipil. Semua itu dapat terwujud melalui demokrasi parlementer,
yaitu keberadaan parlemen atau wakil adalah pengganti otoritas para raja.
Sementara John Jack Rosseau dengan bukunya The Cocial Control memaparkan
tentang pemikiran otoritas rakyat dan perjanjian politik yang harus
dilaksanakan antara manusia dan kekuasaan dan pada intinya mempunyai tujuan
yang sama dengan john Locke, yaitu mengajak manusia untuk ikut menentukan hari
dan masa depannya serta menghancurkan monopoli yang dilakukan oleh kaum elit
yang berkuasa dengan kepentingan manusia[4].
Locke
(1632-1704) dan Rossean (1712-1778) membuka jalan pemberontakan terhadap
dominasi kekuasaan dan kesewenangan dan pada akhirnya melahirkan revolusi
Perancis 1789, sehingga permulaan abad XIX muncul pemikiran-pemikiran cemerlang
yang mengobarkan pembentukan masyarakat madani yang menjadi simbol bagi realita
dengan di penuhi berbagai kontrol terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan elit
yang mendominasi kekuasaan Negara yang mencakup banyak partai, kelompok,
perkumpulan, himpunan, ikatan sebagai lembaga kekuasaan.
Kesulitan
dalam mencari padanan kata “Masyarakat Madani “ dalam literatur bahasa
Indonesia di sebabkan oleh hambatan psikologis untuk menggunakan
istilah-istilah Arab-Islam dan tiadanya pengalaman empiris penerapan
nilai-nilai madaniyah dalam tradisi kehidupan politik bangsa Indonesia akhirnya
banyak orang yang memadankan istilah masyarakat madani dengan civil society,
societas civilis (Romawi), atau koinonia politike (Yunani)[5].
Terjadinya
pro dan kontra terhadap pengistilahan civil society dan masyaraka madani
merupakan hal yang menarik untuk dibahas sebagai landasan teori yang dapat
digunakan untuk menentukan keobyekan konsep masyarakat madani.
Tokoh
yang mewakili tidak setuju untuk memadukan civil society dengan
masyarakat madani adalah Hikam, dengan alasan bahwa istilah masyarakat madani
cenderung telah di kooptasi oleh Negara karena dipahami sebagai masyarakat
ideal yang disponsori atau dibuat oleh Negara sebagaimana pernah terdengar
istilah masyarakat pancasila dan istilah masyarakat madani secara khusus
dipopulerkan oleh pemikir Islamis yang kemudian cenderung menjadi monopoli
kalangan Islam[6].
Sementara tokoh yang sepakat terhadap padanan civil society dengan
masyarakat madani adalah Nurcholish Madjid, Dawam Raharjo, dan Bachtiar Efendi
serta umumnya pemikir yang mempunyai latar belakang pendidikan ke-islaman modernitas-sekularis
semisal Syafi’i Ma’arif, Komaruddin Hdayat, bahkan Amien Rais dalam pidato
pengukuhan guru besarnya yakni membahas kuasa, tuna-kuasa dan demokratisasi
kekuasaan mendukung terwujudnya masyarakat madani di Indonesia[7].
Menurut
Dawam Raharjo pengertian masyarakat madani mengacu kepada integrasi umat atau
masyarakat, gambaran itu misalnya terlihat melalui wujud NU dan Muhammadiyah.
Dalam konteks ini masyarakat madani lebih mengacu pada penciptaan peradaban
yang mengacu kepada al-Din, al-Tamaddun atau al-madinah yang secara harfiah
berarti kota, dengan demikian konsep masyarakat madani mengandung tiga hal
yaitu agama sebagai sumbernya, peradaban sebagai prosesnya, dan masyarakat kota
atau perkumpulan sebagai hasilnya. Meskipun demikian akan timbul interpretasi
berbeda jika konsep itu diartikan luas sebagai masyarakat utama atau unggul
(al-Khair al-ummah)8 yang bias berarti masyarakat madani dan bisa pula berarti
Negara.
Mengutip
Hegel, Suseno berpendapat bahwa masyarakat madani pada hakekatnya adalah
kehidupan masyarakat diluar lingkungan primordial seperti keluarga atau kenalan
pribadi yang diminati secara pribadi yang tidak ditentukan dan diadakan oleh
Negara yang berkembang menurut di namikanya sendiri dan produk dari
perkembangan masyarakat tradisional menuju masyarakat paska tradisional atau
modern[8].
Konsep
civil society di artikan sama sengan konsep masyarakat madani, dimana
sistem sosial yang ada dalam masyarakat madani di ambilkan dari sejarah Nabi
Muhammad sebagai pemimpin ketika itu yang membangun peradaban tinggi dengan
mendirikan Negara-Kota Madinah dan meletakkan dasar-dasar masyarakat madani
dengan menggariskan ketentuan untuk hidup bersama dalam suatu dokumen yang di
kenal dengan Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah)[9].
Idealisasi tatanan masyarakat Madinah ini didasarkan pada keberhasilan Nabi
dalam mempraktekkan dan mewujudkan nilai-nilai keadilan, ekualitas, kebebasan,
penegakan hukum dan jaminan terhadap kesejahteraan bagi semua warag serta
perlindungan terhadap kaum yang lemah dan kelompok minoritas, walupun
eksistensi masyarakat madani hanya sebentar tetapi secara historis memberikan
makna yang penting sebagai teladan bagi perwujudan masyarakat yang ideal di
kemudian hari untuk membangun tatanan kehidupan yang sama, maka dari itu tatanan
masyarakat Madinah yang telah dibangun oleh Nabi secara kualitatif dipandang
oleh sebagian intelektual muslim sejajar dengan konsep civil society.
Pada
dasarnya masyarakat madani yang dicontohkan oleh Nabi adalah reformasi total
terhadap masyarakat yang hanya mengenal supremasi kekuasaan pribadi seorang
raja sebagaimana selama ini menjadi pengertian umum tentang Negara.
Menurut
Nurcholish Madjid, kata "Madinah" berasal dari bahasa Arab
“Madaniyah” yang berarti peradaban. Karena itu masyarakat madani berasosiasi pada
masyarakat yang beradab[10]. Nurcholish
Madjid menjelaskan bahwa istilah masyarakat madani merujuk kepada masyarakat
Islam yang pernah dibangun oleh Nabi di Madinah yaitu daerah yang bernama
Yastrib yang kemudian di ubah menjadi Madinah yang pada hakekatnya pernyataan
niat untuk mendirikan dan membangun masyarakat yang berperadaban berlandaskan
ajaran Islam dan masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa di kota
itu. ciri-ciri mendasar masyarakat yang dibangun oleh Nabi adalah egaliterisme,
penghargaan terhadap orang berdasarkan prestasi (bukan kesukuan, keturunan dan
ras), keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat penegakan hukum dan
keadilan, toleransi dan pluralisme dan musyawarah[11].
Istilah
masyarakat madani di Indonesia diperkenalkan oleh Dato Anwar Ibrahim ketika
berkunjung ke Indonesia, dalam ceramahnya pada sinponsium nasional dalam rangka
forum ilmiah pada acara festival Istiqlal 26 September 1995, memperkenalkan
istilah masyarakat madani sebagai terjemahan civil society[12].
Lebih lanjut Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa masyarakat madani adalah sistem
sosial yang subur yang di asaskan pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan
antara kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat. Penerjemahan civil
society menjadi masyarakat madani didasari oleh konsep kota Ilahi, kota
peradaban atau masyarakat kota dan di sisi lain pemaknaan itu juga dilandasi
oleh konsep al-Mujtama’ al-Madani yang dikenalkan oleh Naqwib al-Attas.[13]
Masyarakat
madani merupakan konsep tentang masyarakat yang mampu memajukan dirinya melalui
aktifitas mandiri dalam suatu ruang gerak yang tidak mungkin Negara melakukan
intervensi terhadapnya. Hal ini terkait erat dengan konsep masyarakat madani
dengan konsep demokrasi dan demokratisasi, karena demokrasi hanya mungkin tubuh
pada masyarakat madani dan masyarakat madani hanya berkembang pada lingkungan
yang demokratis[14].
Dalam
perspektif Suseno, terwujudnya masyarakat madani sebagian berjalan sendiri,
tetapi sebagian juga tergantung kepada keputusan-keputusan politik ditingkat
struktural, oleh karena itu kondisi yang kondusif perlu diciptakan, pertama
deregulasi ekonomi yang mengarah pada penghapusan terutama hal-hal seperti
kartel, monopoli, dominasi dan sistem koneksi atas prestasi ekonomi, kedua keterbukaan
politik meskipun harus dilakukan dalam konteks tahap tertentu sesuai dengan
perkembangan ekonomi berkelanjutan untuk mendorong terjadinya demokratisasi.
Ketiga perwujudan Negara hukum secara efektif, termasuk jaminan hak asasi
manusia.
Sikap
dan prilaku masyarakat madani sebagai citizen yang memiliki hak dan
kebebasan juga harus menjadi equel rights, yaitu memperlakukan sesama
warga Negara sebagai pemegang hak dan kewajiban yang sama, maka pemaksaan
kehendak oleh orang atau kelompok masyarakat kepada orang atau kelompok
masyarakat yang lain merupakan pengingkaran terhadap prinsip masyarakat madani.
Independensi
masyarakat madani seringkali ditempatkan pada posisi yang berhadapan dan bahkan
berlawanan dengan konsep kekuasaan Negara yang dapat menimbulkan kecurigaan
para pengendali Negara terhadap keberadaan masyarakat madani hanya menginginkan
kesejajaran hubungan antara warga Negara dengan Negara dengan dasar prinsip
saling menghormati dan membangun hubungan secara konsulatif dan bukan
konfrontatif yang terjadi di Negara-Negara dunia ketiga[15].
2.2. Ciri-Ciri
Masyarakat Madani
Masyarakat madani atau civil
society merupakan salah satu bentuk konsep ideal menuju
demokrasi, apabila sudah terwujud, masyarakat madani mempunyai
indikasi-indikasi yang sesuai dengan perspektif masyarakat madani itu ditafsiri
dan di definisikan.
Secara umum masyarakat
madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat atau institusi yang mempunyai
ciri-ciri antara lain: Kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong
satu sama lain dan menjujung tinggi norma dan etika yang telah disepakati
bersama-sama[16]. Secara historis upaya
untuk merintis institusi tersebut sudah muncul sejak masyarakat Indosesia mulai
mengenal pendidikan modern dan sisitem kapitlisme global serta modernisasi yang
memunculkan kesadaran untuk mendirikan orgnisasi-orgnisasi modern seperti Budi
Utomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912) dan lain-lain.
Menurut perspektif A.S
Hikam, civil society merupakan wacana yang berasal dari Barat dan lebih
mendekati subtansinya apabila tetap di sebutkan dengan istilah aslinya tanpa
menterjemahkan dengan istilah lain atau tetap berpedoman dengan kosep de'
Tocquiville merupakan wilayah sosial terorganisir
yang yang mempunyai ciri-ciri antara lain : Kesukarelaan (Voluntary),
Keswasembadaan (self-generating), Keswadayaan (self-supporting),
serta kemandirian tinggi berhadapan dengan Negara dan keterkaitan dengan norma-norma
atau nilai-nilai hukum yang di ikuti oleh warganya. Civil society adalah
suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku tindakan dan refleksi
mandiri kemudian tidak terkungkung oleh kondisi material serta tidak terserap
dalam kelembagaan politik yang resmi[17]
Banyaknya
LSM yang mempuyai kekuatan untuk memposisikan diri dalam hubungannya dengan
kebijakan-kebijakan pemerintah merupakan wujud adanya masyarakat madani. Negara
tidak terlalu kuat mengekang gerakan-gerakan peberdayaan politik, ekonomi,
maupun budaya atau sebaliknya mendukung selama hal itu masih dalam koridor
hukum yang dilakukan oleh LSM-LSM, hal itu merupakan indikasi terbentuknya
msyarakat madani.
Sebagaimana
penjelasan diatas bahwa subtansi civil society dan masyarakat madani mempunyai
persamaan meskipun tidak semuanya atau ciri dari keduanya tidak terlalu berbeda
jauh. Kelompok yang cenderung memakai istilah masayarakat madani menekankan
bahwa salah satu cirinya adalah adaya masyarakat yang patuh hukum, berkeadilan,
dan adanya hubungan check and balance antara Negara dengan masyarakat[18].
Gambaran
bentuk masyarakat masa depan yang di inginkan umat manusia yang mengakui harkat
manusia adalah hak-hak dan kewajibannya dalam masyarakat yaitu masayarakat
madani, dapat juga dijelaskan dengan karakteristik sebagai berikut :
1.
Masyarakat yang
mengakui hakikat kemanusiaan yang bukan sekedar mengisi kebutuhannya untuk
hidup (proses humanisasi) tetapi untuk eksis sebagai manusia.
2.
Pengakuan hidup
bersama manusia sebagai mahluq sosial melalui sarana Negara. Negara menjamin
dan membuka peluang kondusif agar para anggotanya dapat berkembang untuk
merealisasikan dirinya dalam tatanan vertikal (antara manusia dengan Tuhan)
atau tatanan horizontal (mausia dengan manusia). Interaksi kedua tatanan tersebut
penting karena tanpa orientasi kepada Tuhan maka tatanan kehidupan bersama
tidak bermakna. Tuhan adalah sumber nilai yang mengatur keseluruhan kehidupan
manusia.
3.
Manusia yang
mengakui karakteristik tersebut dan mengakui hak asasi manusia dalam kehidupan
yang demokratis adalah yang disebut masayarakat madani (civil society)[19].
Nilai
universal dan partikular yang dimiliki masyarakat madani yang dijelaskan pada
masing-masing kebudayaan masyarkat harus dapat terwujud pada setiap individu
dalam mmsyarakat.
Prasyarat-prasayarat
yang menjadi nilai universal dalam penegakan civil society tidak dapat
dipisahkan karena merupakan satu kesatuan yang integral dan menjadi dasar dan
nilai eksistensinya adalah dengan free public sphere, demokratis,
pluralisme, kedilan sosial, dan keadaban[20].
Terdapat tujuh syarat masyarakat
madani antara lain sebagai berikut :
1.
Terpenuhinya kebutuhan
dasar individu, warga, dan juga kelomok yang berada di dalam masyarakat.
2.
Berkembangnya human
capital (modal manusia) dan social capital (modal social) yang kondusif untuk
terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan, terjalinnya
kepercayaan, dan relasi sosial antar kelompok.
3.
Tidak adanya
diskriminasi dalam setiap bidang pembangunan atau terbentuknya akses berbagai
pelayanan sosial.
4.
Adanya hak, kemampuan,
dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembanga swadaya unuk terlibat dalam
setiap forum sehingga isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat
dikembangkan.
5.
Adanya persatuan antar
kelompok di masyarakat serta tumbuhnya
sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6.
Terselenggaranya sistem
pemerintahan lembaga-lembaga ekonomi hukum berjalan secara produktif dan
berkeadilan sosial.
7.
Adanya jaminan,
kepastian, dankepercayaan dari setiap jaringan-jaringan sehingga terjalinnya
hubungan dan komunikasi antar masyarakat secara teratur, terbuka dan
terpercaya.
Pilar penegak masyarakat madani adalah
institusi-institusi yang menjadi bagian dari social control yang
berfungsi untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif
serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas dan pilar
tersebut yang menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat
madani, pilar tersebut adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM), pers supremasi
hukum, perguruan tinggi dan partai politik[21]
2.3.Demokrasi Melalui
Masyarakat Madani
Ketika konsep civil
society muncul kepermukaan wacana demokrasi mendapat sambutan yang cukup
marak tercermin dalam diskusi-diskusi dan seminar-seminar terutama sejak reformasi bergulir
di maksudkan sebagai alternatif bentuk proses demokratisasi di Indonsia. Karena
civil society di anggap sebagai bentuk ideal dalam mewujudkan demokrasi
di Indonesia.
Demokrasi
merupakan bentuk Negara yang di harapkan terwujud oleh hampir seluruh
bangsa-bangsa di seluruh dunia termasuk Indonesia, karena demokrasi adalah
sebuah konsep politis yang bertujuan untuk membangun kesejahteraaan masyarkat
walaupun menurut Aristoteles demokrasi adalah bentuk Negara yang kurang baik[22]. Ia
mengkatagorikan ke dalam Negara yang buruk karena domokrasi adalah sistem yang
diperintah oleh orang banyak yang mempunyai kepentingan berbeda, latar belakang
sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang berbeda. Namun dewasa ini demokrasi
cenderung alternatif terbaik dari sekian banyak tawaran bentuk Negara. John
Lock JJ Rosseau, dan Mostesqui adalah perintis gagasan demokrasi Barat yang
dianut, John Lock merumuskan teori kontrak sosial dan Mostesqui merumuskan
teori trias politika.
Negara demokrasi
adalah Negara yang ideal dan terbuka. Demokrasi bukan sekedar bagian dari
sekian banyak bentuk politik, ia merupakan yang secara universal yang lebih di
sukai, sasarannya adalah keadilan dan ketertiban yang membentuk masyarakat
kearah yang lebih baik. Dalam pemerintahan Negara yang menggunakan demokrasi,
bentuk politikya akan terlihat dengan pasti, system pemerintahan yang di bangun
melalui perwakilan.
Namun realitanya
Negara dengan system demokrasi tidak selamanya mencapai tataran demokratis.
Contoh kasus pada pemerintahan Orde Baru yang berkuas dimana posisi Negara yang
amat kuat intervensinya, dan hegemoni dalam pergolakan sosial, ekonomi, politik
dan budaya bahkan dalam persoalan ideologi. Orde Baru memang telah berusaha
untuk berperan sebagai pengimbang antar kepentingan-kepentingan yang
bertentangan dengan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan strategi yang ada
dalam masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya melalui organisasi-organisasi
yang disahkan dan dikontrol Negara, akibatnya adalah asosiasi-asosiasi sukarela
menjadi lemah dan cenderung kecil jumlahnya sehingga menyulitkan mereka untuk
menjadi kekuatan bagi penyeimbang kekuatan Negara.
Demokratisasi
merupakan sebuah proses perubah dari rezim non-demokratis menjadi demokrtis.
Proses ini berawal dari rezim otoritarian yang membangun system politik yang
hegemonik, tertutup dan tidak punya kesempatan partisipasi yang memadai untuk
warga negara dalam proses politik yang sedang berlangsung dan bergeser kearah
pembentukan sestem politik yang lebih terbuka dan demokratis yang pada akhirnya
terbentuk satu tatanan kehidupan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Warga
Negara secara bebas dan berkala memilih orang-orang yang mereka nilai layak dan
dapat di percaya utuk memerintah.
2. Orang
yang memerintah dapat di percaya dan bertanggung jawab langsung kepada orang
yang di perintah.
3. Ada
mekanisme politik yang memungkinkan warga Negara dapat mengontrol sejauh mana
kepentingan mereka dilaksanakan oleh orang yang memerintah.
4. Ada
kesejajaran tawar-menawar politik antara warga Negara dengan orang yang
memerintah, sebagai jaminan terciptanya hubungan yang bersifat konsulatif.
Ada empat hal
yang paling ada hubungannya dengan masyarakat madani dalam proses demokratisasi
:
1.
Desakralisasi
yang artinya kekuasaan masyarakat madani harus mampu memberdayakan masyarakat,
bahwa kekuasaaan datang dari kedaulatan yang mereka pegang yang harus dapat di
pertanggung jawabkan secara empirik, dan masyarakat madani harus mampu mendesak
penguasa untuk dapat membuktikan bahwa mereka layak di percaya oleh rakyat dan
ketaatan rakyat kepadanya dilandasi dengan alasan yang dapat dibenarkan.
2.
Departemalisasi
kekuasaan. Salah satu penyebab dapat terpusatnya kekuasaan di tangan Soeharto
adalah di bangunnya gambaran bahwa penguasa adalah seorang bapak yang demikian
baik hati, penuh perhatian kepada anak-anak bangsanya, dan bapak adalah bapak.
Penguasa barada dilingkup publik (public sphere) sedangkan bapak berada
dalam lingkup private (private sphere), keduanya tidak bisa dicampur
aduk di jadikan satu pengertian.
3.
Membangun civil
ethics. Menyarakat madani harus memberi penghormatan pada nilai-nilai
dasar yang berhubungan dengan manusia, maka tanpa itu eksistensi mayarakat
madani akan kehilangan norma kehidupan sosial yang menjadi kaidah dasar bagi pembangunan
masyarakat majemuk.
4.
Membangun
jaringan advokasi antar masyarakat madani karena kekuatan masyarakat madani
terletak pada otonominya yang luas, di situ juga letak kelemahannya sehingga
mereka harus bekerja-sama kerena mereka mempunyai misi yang sama, dan apabila
mereka bekerja sendiri-sendiri bahkan saling meniadakan maka yang diterima
masyarakat bukan pencerahan tapi kebingungan. Dan apabila kebingungan itu
sampai puncak batas toleransi masyarakat maka, pasti akan muncul huru-hara
sosial yang dapat memicu terjadinya rezim otoritarian.
Indonesia
merupakan salah satu Negara yang ingin mewujudkan demokrasi, maka diantara
syarat terwujudnya demokrasi adalah terwujudnya masyarakat madani. Hubungan
antara demokrasi dengan masyarakat madani menurut Dawam, bagaikan ke dua sisi
mata uang yang bersifat ko-eksistensi, karena hanya dalam masyarakat madani
yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana
demokratis msyarakat madani dapat berkembang secara wajar. Nurcholish Madjid
juga berpendapat bahwa civil society merupakan rumah persemaian
demokrasi.
Lary
Diamon secara sistematis menyebutkan ada enam macam kontribusi masyarakat
madani dalam kaitannya dengan demokratisasi :
1.
Meyediakan wahana
sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga
keseimbangan pejabat Negara.
2.
Pluralisme dalam civil
society, bila di organisir aka menjadi dasar yang penting bagi persaingan
demokratis.
3.
Memperkaya
partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan.
4.
Ikut menjaga
stabilitas Negara.
5.
Tempat
menggembleng pimpinan politik.
6.
Menghalangi
dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim.
Untuk
mencapai terciptanya kehidupan yang demokratis menurut Amien Rais ada beberapa
langkah yang harus di tempuh, pertama adalah pendidikan pada masa
rakyat, sehingga rakyat di harapkan dapat memiliki keberaian menyampaikan
pendapat sekalipun berbeda pendapat dengan penguasa, kedua penguasa
harus diyakinkan bahwa hanya dengan legitimasi atau keabsahan dari rakyat, ketiga
adalah masyarakat intelektual yang mempu mensosialisasikan gagasan
demokrasi[23].
2.4.Perkembangan
Masyarakat Madani Di Indonesia
Secara historis
kelembagaan civil society muncul ketika proses proses tranformasi akibat
modernisasi terjadi dan menghasilkan pembentukan sosial baru yang berbeda
dengan masyarakat tradisional. Hal ini dapat ditelaah ulang ketika terjadi
perubahan sosial pada masa kolonial, utamanya ketika kapitalisme mulai di
kenalkan oleh Belanda. Hal itu telah mendorong terjadinya pembentukan sosial
lewat proses industrialisasi, urbanisasi dan pendidikan modern. Pada akhirnya
muncul kesadaran dikalangan kaum elit pribumi yang kemudian mendorong
terbentuknya organisasi sosial modern di awal abad ke-XX, gejala ini menandai
mulai berseminya masyarakat madani[24].
Pada awal ini
gerakan-gerakan organisasi melibatkan pekerja dan intelektual yang masih muda
dan ditandai juga dengan timbulnya kesadaran para buruh tentang kebutuhan
mereka untuk berorganisasi dalam rangka menuju ke-arah yang lebih baik.
Sebenarnya pekerja Eropa yang memperkenalkan semangat persyarikatan kepada para
pekerja Indonesia, dan pada bulan Oktober 1905 pertama kali didirikan serikat
buruh oleh pekerja Eropa diperumka Bandung.
Pada tahun
1980-an terjadi perubahan politik yang cukup signifikan yang dipandang sebagai
proses demokratisasi dan perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Kalangan
muslim yang sebelumnya berada dimargin politik mulai berani masuk ketengah
kekuasaan dan pada saat yang sama proses demokratisasi menemukan hal yang baru
dan katup yang membendung proses demokratisasi mulai terbuka terbukti dengan
maraknya gerakan prodemokrasi.
Turunnya rezim
Soeharto dan munculnya orde baru menunjukkan proses rekonstruksi politik,
ekonomi, sosial dan membawa dampak bagi perkembangan masyarakat madani di
Indonesia. Pada tataran sosial ekonomi akselerasi pembangunan melalui
industrialisasi telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang belum pernah
terjadi sebelumnya dan mendorong terjadinya perubahan struktur sosial
masyarakat Indonesia yang diandai dengan bergesernya pola-pola kehidupan
masyarakat agraris[25].
Berakhirnya
rezim orde baru dibawah pimpinan Soeharto yang memerintah dengan memperkuat
posisi negara disegala bidang yang menyebabkan merosotnya kemandirian dan
partisipasi masyarakat sehingga menyebabkan kondisi dan pertumbuhan masyarakat
madani menampilkan beberapa produk. Misalnya dengan semakin berkembangnya kelas
menengah seharusnya semakin mandiri sebagai keseimbangan kekuatan negara
sebagaimana yang terdapat dinegara kapatalis Barat, tetapi kenyataannya kelas
menengah yang tumbuh masih bergantung kepada negara.
Tumbangnya
pemerintahan Soeharto dengan cepat dan dramatis pada Mei 1998 dan diikuti
dengan perubahan-perubahan sosial dan politik sangat penting dan potensial bagi
terciptanya masyarakat madani. Secara umum politik represi (menekan) yang
menandai pemerintahan Soeharto berakhir dan digantikan dengan politik yang
lebih bebas dan demokratis. Berakhirnya era parpol yaitu PPP, PDI, dan GOLKAR
dengan pemberian kebebasan kepada masyarakat untuk mendirikan partai-partai,
sehingga pada akhirnya terdapat lebih dari 100 partai, namun setelah melalui
seleksi tim 11 hanya ada 48 partai yang dinyatakan berhak mengikuti pemilu
serta berakhirnya era asas tunggal Pancasila dan memberikan kebebasan memilih
asas lain termasuk asas agama[26].
Pemerintahan
orde baru yang telah menghilangkan kekuatan kebhinekaan dan mencoba menggusur
suatu masyarakat yang uniform sehingga terciptalah suatu struktur kekuasaan
yang sangat sentralistik dan birokratik yang menyebabkan disintegrasi bangsa
Indonesia karena dalam usaha menekan persatuan yang mengesampingkan perbedaan
melalui cara-cara represif yang berakibat mematikan inisiatif dan kebebasan
berfikir serta bertindak dalam pembangunan bangsa. Maka era reformasi yang
mempunyai cita-cita pengakuan kebhinekaan sebagai modal bangsa Indonesia dalam
rangka untuk menciptakan masyarakat madani yang menghargai perbedaan sebagai
kekuatan dan sebagai identitas bangsa yang secara kultural dinilai sangat kaya
dan bervariasi.
Gerakan untuk
membentuk masyarakat madani berkaitan dengan proses demokratisasi merupakan
tujuan era reformasi untuk membina suatu masyarakat Indonesia yang baru dalam
rangka mewujudkan proklamasi tahun 1945 yaitu membangun masyarakat Indonesia
yang demokratis atau masyarakat madani Indonesia merupakan misi dari gerakan
reformsi dan misi dari reformasi sistem pendidikan nasional[27].
2.5.Hubungan Negara
Dengan Masyarakat Madani
Kata negara yang
umum diterima sebagai pengertian yang menunjukkan organisasi tertitorial suatu
bangsa, sejak itu pula lazim ditafsirkan dalam berbagai arti. Negara lazim
diidentifikasi dengan pemerintah, umpamanya apabila kata itu digunakan dalam
pengertian kekuasaan negara, kemauan negara dan sebagainya[28].
Konsep state dan
civil society berada pada negara sebagai kekuasaan mandiri apabila
negara dihubungkan dengan posisi masyarakat, maka berdasarkan kriteria
kemandirian negara terdapat tiga kelompok kategori tentang Negara :
1.
Teori Negara sebagai
alat (teori instrumental), menurut teori ini negara adalah alat kekuatan yang
menguasai negara, teori ini dianut oleh kaum pluralisme dan marxis klasik. Kaum
pluralisme berpendapat bahwa kebijakan negara hanya merupakan interaksi
kekuatan-kekuatan di masyarakat. Sedangkan kaum marxis klasik memandang negara
sekedar alat bagi kelas yang mendominasi.
2.
Teori struktural
tentang Negara, negara dipandang memiliki kemandirian tetapi sifatnya relatif,
sebab kemandirian itu lahir dari konfigurasi kekuatan-kekuatan yang ada.
3.
Teori Negara sebagai
kekuatan mandiri, negara sebagai subjek yang mempunyai kepentingan sendiri yang
berbeda dengan kepentingan-kepentingan masyarakat yang ada[29].
Pada dasarnya negara dibentuk oleh masyarakat namun dalam
kenyataannya Negara kemudian memisahkan diri mendominasi, mengontrol, bahkan
mengeksploitasi masyarakat. Konsep negara terdiri dari lembaga
pemerintahan (publik institution) dan aparat pemaksa (coercion)
seperti militer, pengadilan dan lembaga hukum serta lembaga non pemerintah yang
memproduksi ideologi dan mampu memperkuat hegemoni Negara misalkan sekolah,
keluarga dan pers.
Negara yang
menggunakan korporatisme sebagai strateginya dan nasionalisasi sebagai bentuk
praktisnya disebut sebagai bentuk Negara organis dimana posisi masyarakat itu
lemah, hegemoni merupakan bahasa keseharian Negara intervensi dan kooptasi
dengan dalih demi kesejahteraan masyarakat, Negara menciptakan kesempatan
kontrol sehingga posisi masyarakat dikekang oleh pemerintah atau Negara.
Demokrasi dengan
teori state dan civil society keduanya tidak dapat dipisahkan, state
menjadi kuat karena melemahnya society, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian
demokratisasi berjalan melalui melemahnya state sehingga state mengurangi
intervensinya dalam sektor publik dan membiarkan society menjadi mandiri bebas
bergerak. State berfungsi dalam pengawasan hukum bahkan pelayanan administrasi
dan pelaksanaan keputusan publik, dengan demikian secara teoritis Negara semasa
orde baru bisa dikatakan negara organisasi.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari hasil kajian makalah yang telah di buat mulai dari
pendahuluan, kajian materi dari beberapa literatur atau sumber yang penulis
peroleh serta data-data yang mendukung terhadap makalah ini. Kajian makalah ini
dapat disimpulkan beberapahal sebagi berikut:
1.
Masyarakat madani
adalah masyarakat yang berbudaya namun mampu berinteraksi dengan dunialuar yang
modern sehingga dapat terus berkembang dan maju. Latar belakang: adanya
penguasa politik yang cenderung mendominasi, masyarakat diasumsikan sebagai
orang yang tidak memiliki kemampuan yang baik (bodoh) dibandingkan denganm penguasa (pemerintah),
adanya usaha untuk membatasi ruang gerak dari masyarakat dalam kehidupan
politik.
2.
Karakteristik: free public sphere, demokratisasi, toleransi, pluralisme, keadilan sosial, partisipasi sosial, supremasi hukum,
sebagai pengembangan masyarakat, sebagai advokasi bagi masyarakt, menjadi
kelompok kepentingan.
3.
Institusi Masyarakat
madani adalah institusi (lembaga) yang dibentuk atas dasar motivasi dan
kesadaran penuh dari diri individu, kelompok, dan masyarakat tanpa ada
instruksi (perintah), baik yang bersifat resmi (formal) dari pemerintah (negara)maupun
dari individu, kelompok dan masyarakat tertentu.
4. Hubungan
antara masyarakat madani dengan demokrasi, menurut Dawam bagaikan dua sisi mata
uang, yang keduanya bersifat KO-eksistensi.
3.2.
Kritik
dan Saran
Manusia
dalam berbuat sesuatu tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari
yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun makalah
ini. Untuk itu, penulis harapkan dari pembaca, mohon kritik dan sarannya guna
perbaikan penyusunan selanjutnya.
Terimakasih
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
Disusun
oleh :
1.
Indah Fauziah
2.
Raudina Nadhila
3.
Sekar Utami Sudrajat
4.
Sri Ayu Nurmalasari
5.
Sri Dwi Anggraini Lestari
6.
Tirtha Aulia
Prodi
Ilmu Komunikasi
Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik UNSERA 2017
Kata
Pengantar
Alhamdulillah, dengan menyebut nama-Mu Ya Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadiran-Mu, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pendidikan kewarganegaraan
tentang masyarakat madani ini.
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin, terlepas
dari semua itu, kami sangat menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi bagi setiap pembaca.
Daftar
Isi
Hal
Halaman
Judul ......................................................................................................... i
Kata
Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar
Isi ......... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2.
Rumusan Masalah ......................................................................... 1
1.3.
Tujuan Penulisan............................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Masyarakat Madani ..................................................... 2
2.2. Ciri-Ciri
Masyarakat Madani......................................................... 8
2.3. Demokrasi
Melalui Masyarakat Madani...................................... 11
2.4. Perkembangan Masyarakat Madani Di Indonesia....................... 15
2.5. Hubungan
Negara Dengan Masyarakat Madani ......................... 17
BAB
III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
................................................................................. 19
3.2. Saran............................................................................................ 20
DAFTAR
PUSTAKA
Adi Suryadi
Culla. Masyarakat Madani : pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan
Cita-Cita Reformasi, cet I, 3.
PUSLIT IAIN
Syarif Hidayatullah. Pendidikan Kewargaan, Demokrasi. HAM dan Masyarakat
Madani. Cet. I, 142
Fahmi
Huwaidi. Demokrasi Oposisi dan Masyaraka Madani. Cet, 1 h. 295.
Ibid., 296
Nurcholish
Madjid. Masyarakat Tamaddun : Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani. Cet
1, v.ii
Muhammad
A.S Hikam. Islam Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society, 77
Nurcholish
Madjid, Masyarakat Tamaddun, Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani. Cet
I, 80-81.
Ibid., 186-187
Akram Dhiyauddin
Umari. Masyarakat Madani ; Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi, 108-109
Nurcholish
Madjid. Menju Masyarakat Madani : Jurnal Ulumul Qur’an. No 2/VII/1996,
51-55
Culla. Masyarakat
Madani, 193-194
Ibid., 7
PUSLIT IAIN
Syarif Hidayatullah. Pendidikan Kewargaan, 140
Ibid., 54.
Agus
Widjojo et. al. Indonesia Dalam Tradisi Menuju Demokrasi. Cet 1, 54.
M Din
Syamsuddin. Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. Cet I, vii
Muhammad A.S
Hikam. Demokrasi dan Civil Society. Cet I, 3
Azzumardi Azra. Menuju
Masyarakat Madani : Gagasan Fakta dan Tantangan. Cet I, 3
H.A.R.
Tilaar. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Cet I,
155-156
Ibid., 148-149
Ibid., 149-150.
J.H.
Raper. Filsafat Politik Aristoteles, cet I, 49-50.
Sidarta Gautama dan Aris Budiono.
Moralitas Politik dan Pemerintahan yang Bersih Menurut Empat Tokoh Refermasi
Amien Rais, Emil Salim, Nurcholis Madjid, dan yusril Ihza Mahendra. Cet I,
100-101
Hikam.
Demokrasi dan Civil Society. Cet I, 5.
Ibid.,
5
Azumardi Azra. Menuju Masyarakat Madani, Vi
Tilaar. Pendidikan Kebudayaan, 157
F.
Isjwara. Pengantar Ilmu Politik, 92
Thaba. Islam dan Negara. Cet
I, 45-46
[1]. Adi Suryadi
Culla. Masyarakat Madani : pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan
Cita-Cita Reformasi, cet I, 3.
[2]. PUSLIT IAIN
Syarif Hidayatullah. Pendidikan Kewargaan, Demokrasi. HAM dan Masyarakat
Madani. Cet. I, 142
[3].
Fahmi Huwaidi. Demokrasi Oposisi dan Masyaraka Madani. Cet, 1 h. 295.
[4]. Ibid., 296
[5].
Nurcholish Madjid. Masyarakat Tamaddun : Kritik Hermeneutis Masyarakat
Madani. Cet 1, v.ii
[6].
Muhammad A.S Hikam. Islam Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society, 77
[7].
Nurcholish Madjid, Masyarakat Tamaddun, Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani.
Cet I, 80-81.
[8]. Ibid., 186-187
[9]. Akram
Dhiyauddin Umari. Masyarakat Madani ; Tinjauan Historis Kehidupan Zaman
Nabi, 108-109
[10]. Nurcholish
Madjid. Menju Masyarakat Madani : Jurnal Ulumul Qur’an. No 2/VII/1996,
51-55
[11]. Culla. Masyarakat
Madani, 193-194
[12]. Ibid., 7
[13]. PUSLIT IAIN
Syarif Hidayatullah. Pendidikan Kewargaan, 140
[14]. Ibid., 54.
[15].
Agus Widjojo et. al. Indonesia Dalam Tradisi Menuju Demokrasi. Cet 1,
54.
[16]. M Din Syamsuddin.
Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. Cet I, vii
[17]. Muhammad A.S
Hikam. Demokrasi dan Civil Society. Cet I, 3
[18]. Azzumardi
Azra. Menuju Masyarakat Madani : Gagasan Fakta dan Tantangan. Cet I, 3
[19].
H. A. R. Tilaar. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Cet
I, 155-156
[20]. Ibid., 148-149
[21]. Ibid., 149-150.
[22].
J.H. Raper. Filsafat Politik Aristoteles, cet I, 49-50.
[23].
Sidarta Gautama
dan Aris Budiono. Moralitas Politik dan Pemerintahan yang Bersih Menurut
Empat Tokoh Refermasi Amien Rais, Emil Salim, Nurcholis Madjid, dan yusril Ihza
Mahendra. Cet I, 100-101
[24].
Hikam. Demokrasi dan Civil Society. Cet I, 5.
[25].
Ibid., 5
[26].
Azumardi Azra. Menuju Masyarakat Madani, Vi
[27]. Tilaar.
Pendidikan Kebudayaan, 157
[28].
F. Isjwara. Pengantar Ilmu Politik, 92
[29].
Thaba. Islam
dan Negara. Cet I, 45-46
Komentar
Posting Komentar