Good Governance


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Konsepsi Keperintahan yang Baik (Good Governance)
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan issue yang menonjol dalam pengelolahan administrasi politik yang muncul sekitar dua dasa warsa yang lalu. Tuntutan kepada pemerintahan untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan adalah sejalan dengan kemajuan tingkat pengetahuan serta pengaruh globalisasi. Pola lama penyelenggaraan pemerintahan dianggap tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah, oleh karena itu tuntutan untuk melakukan perubahan ke arah penyelenggaraan kepemerintahan yang baik sudah seharusnya mendapat respons positif oleh pemerintah.

 
Dari aspek fungsional, governance harus dilihat apakah pemerintah telah melaksanakan fungsinya secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan? Bank Dunia memberkan definisi “the way state power is used in managing economic and social resources for development of society” yang artinya cara kewenangan pemerintah digunakan dalam mengelola semberdaya ekonomi dan social untuk pembangunan masyarakat. Sedangkan UNDP mendefinisikan sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all level” artinya, penerapan kekuasaan politik, ekonomi, dan administratif untuk mengelola urusan suatu bangsa pada semua tingkat. Dari definisi tersebut, governance memiliki tiga penyangga, yaitu economic, social, dan administrative. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan (decision making process) yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara ekonomi. Political governance adalah proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Oleh karena itu, institusi dari governance meliputi tiga domein, yaitu state (Negara atau pemerintahan), private sector (sector swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing.
Institusi pemerintahan berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hokum yang kondusif sector swasta menciptakan pekerja dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi social, ekonomi, dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarkat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, social, dan politik.
Arti good dalam good governance mengandung dua pengertian. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan bekelanjutan dan keadilan social. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian ini, good governance berorientasi pada, yaitu (1) orientasi ideal Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, (2) pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional.
Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya seperti legitimacy (apakah pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya), accountability (akuntabilitas), securing of human right, autonomy and devolution of power, assurance of civilian control. Sedangkan orientasi kedua, tergantung pada sejuah mana pemerintahan mempunyai kompetensi, dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik serta administrative berfungsi secara efektif dan efisien.
B.   Karakteristik Good Governance
Bank dunia dan OECF mensinonimkan good governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administrative, menjalankan disiplin anggran serta penciptaan legal and political frameworks (kerangka dasar hokum dan politik) bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.
Sedangkan UNDP sendiri memberikan definisi good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara Negara, sector swasta dan masyarakat. Kemudian UNDP mengajukan karakteristik goog governance sebagai berikut:
1.      Participation. Setiap warga Negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
2.      Rule of law. Kerangka hokum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama untuk hak azasi manusia (HAM).
3.      Transparency. Dibangun dengan dasar kebebasan arus informasi. Proses, lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
4.      Responsiveness. Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders
5.      Concensus orientation. Menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan yang terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam kebijakan maupun dalam prosedur.
6.      Equity. Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
7.      Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8.      Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sector swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada public dan lembaga-lembaga stakeholders, akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
9.      Strategic vision. Para pemimpin dan public harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.
Maka dapat disimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efektif dan efisien, dengan mnejaga kesinergian yang konstruktif diantara domein-domein Negara, sector swasta, dan masyarakat. Good governance meliputi  sistem administrasi Negara, maka upaya mewujudkan good governance merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu Negara secara menyeluruh.
Dari aspek pemerintahan (government), good governance dapat dilihat melalui aspek-aspek sebagai berikut:
1.      Hukum/kebijakan. Ditujukan pada perlindungan kebebasan social, politik, dan ekonomi.
2.      Kompetensi administrative dan transparansi membuat perencanaan dan melakukan implementasi secara efisien, kemampuan melakukan penyederhanaan organiasi, penciptaan disiplin dan model administrative, keterbukaan informasi.
3.      Desentralisasi regional dan dekonsentrasi didalam departemen.
4.      Penciptaan pasar yang kompetitif. Penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil dan segmen lain dalam sector swasta, deregulasi, dan kempuan pemerintah dalam mengelola kebijakan makro ekonomi.

C.   Kekeliruan dalam Manajemen Perubahan
Kemampuan para pemimpin pemerintahan negara dan masyarakat untuk mengelola perubahan menjadi sangat kritis tetapi sengat strategis, terutama sensitivitas dan responsivitas terhadap sinyal dan kapan perubahan tersebut diperlukan, khususnya lompatan langkah-langkah penyelamatan, pemulihan, pemantapan, dan pengembangan pembangunan. Informasi dan pengetahuan alternative dari sistem kebijakan dan program, dan sistem manajemen kebijkan, program dan kegiatan prioritas yang baik menjadi kebutuhan mendesak, baik dalam rangka pelayanan prima maupun pelestarian kepercayaan public.
Terdapat dua hal yang perlu ditekankan dalam manajemen perubahan, yaitu (1) mengapa perubahan gagal, dan (2) mengapa strategi perubahan tidak berhasil dilaksanakan dengan baik. Selama lebih dari 30 tahun telah terjadi pasang surut perubahan yang berakhir dengan kegetiran dan kegagalan. Krisis multi dimensi (tahun 1998) telah mendorong dimulainya reofrmasi disegala bidang. Timbulnya isu negative dari perubahan yang direncanakan dalam kebijakan, program dan kegiatan utama pembangunan dalam beberapa hal memang tidak dapat dihindarkan. Banyak pemborosan, kesia-siaan dan penderitaan kita rasakan, yang sebenarnya dapat dihindarkan. Selama ini telah terjadi kekeliruan antara lain sebagai berikut:
1.      Terlalu cepat puas, ketika diberbagai instansi dan lapisan masyarakat terdapat fenomena cepat puas diri. Mereka terlalu optimis untuk dapat dan mampu melaksanakan refornasi pada instansi pemerintahan. Mereka menganggap mudah untuk memotivasi aparatur negara untuk melaksanakan pembaharuan. Kenyataannya kemampuan aparatur masih rendah, ketersediaan prasarana dan sara terbatas, etos kerja masih rendah pula, sehingga menimbulkan resistensi terhadap perubahan yang didengungkan, karena tidak memiliki sense of urgency (kesadaran dan kepedulian akan urgensi dari langkah-langkah yang harus dilakukan). Akibatnya, kebijakan, program dan aktivitas untuk menwujudkan tujuan dan sasaran instansi menjadi berkinerja rendah atau gagal.
2.      Konflik kepentingan dalam lingkungan instansi pemerintah. Konflik kepentingan yang eksplisit maupun yang terselubung didalam lingkungan instansi pemerintah harus dihilangkan agar dapat mencapai kinerja yang tinggi.
3.      Tidak mempercayai kekuatan visi dan strategi. Visi adalah upaya meningkatkan komitmen dan berperan besar dalam melakukan perubahan. Tanpa adanya visi dan pengkomunikasian visi yang baik, upaya reformasi dengan mudah berubah menjadi daftar keinginan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang membingungkan, tidak sesuai dan memboroskan perhatian dan sumber daya serta memperlemah rasa percaya diri untuk mencapai sukses. Visi, misi, dan strategi pembangunan harus dipahami, dipercaya, dan diterapkan dengan baik dan benar untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
4.      Merasa tidak berdaya menghadapi hambatan kuat. Hambatan-hambatan yang dihadapi dapat berupa: analisis dan uraian jabatan yang kurang sesuai, pengetahuan, keahlian dan sikap yang tidak kompeten, balas jasa kurang sepadan, pengembangan organisasi yang asal jadi, pengukuran manajemen serta evaluasi kinerja yang tidak ada hubungan dengan prinsip dan praktik good governance dan akunbilitas yang berlaku, informasi umpan balik, pengambilan keputusan organisasi yang berkewenangan. Apa bila aparat cerdas, kompeten, dan berintegritas tidak mau dan tidak mampu mengatasi hambatan-hambatan yang ada, berarti manajemen perubahan dan tujuan reformasi tidak tercapai.
5.      Gagal menciptakan sukses jangka pendek. Keberhasilan perubahan jangka panjang ditentukan oleh kesuksesan jangka pendek dan jangka menengah. Tanpa adanya indicator kinerja yang jelas dan terukur, maka para pendukung perubahan akan hilang kepercayaannya terhadap pemimpinnya.  Pemerintah Daerah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 20 tahun, yang terdiri Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) setiap 5 tahun. Mempunyai visi dan misinya sendiri, yang saling mendukung dan tidak boleh berbenturan satu sama lainnya.
6.      Jangan terlalu cepat mengatakan sukses. Mengatakan sukses adalah baik, tetapi bila menyatakan bahwa pekerjaan atau pembangunan dianggap sudah selesai dan sukses adalah suatu sikap yang tidak bijak, karena perubahan yang sedang dilakukan itu harus berakar kuat dan menjadi budaya suatu instansi pemerintah. Dengan demikian, terlalu cepat menyatakan bahwa reformasi telah sukses, sebenarnya reformasi yang dilakukan itu bersifat dalam segala bidang, sangat luas, dan berdimensi jangka panjang.
D.   Metode Reformasi dan Langkah-langkah Perubahan
Metode reformasi yang bersifat fundamental dapat disebutkan, sebagai berikut:
a.       Reformasi disegala bidang.
b.      Restrukturisasi.
c.       Rekayasa ulang.
d.      Merumuskan visi dan misi yang tepat.
e.       Kebijakan, program dan kegiatan prioritas pembangunan yang terarah.
f.       Pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang terukur.
g.      Perubahan strategi yang berorientasi pada kebutuhan dan pencapaian sasaran.
h.      Perubahan budaya organisasi.
Langkah-langkah yang digunakan dalam perubahan organisasi akan efektif bila dilandasi oleh wawasan yang mendasar, yaitu perubahan besar tidak akan terjadi dengan mudah dan sering gagal karena menghadapi hambatan (seperti struktur dan sistem organisasi yang menghambat, politik dan ideology yang picik, tingkat kepercayaan diri yang rendah, kurangnya kerjasama, sikap yang arogan, kurangnya kepemimpinan yang visioner dan demokratis (partisipatif), tingkat manajemen menengah ke bawah yang tidak diberdayakan, dan ketakutan umum akan sesuatu yang tidak diketahui dan hanya dapat dirasakan. Agar efektif, maka metode dan langkah-langkah perubahan organisasi harus mampu mengatasi kegiatan-kegiatan yang dihadapi, harus dilakukan langkah-langkah perubahan sebagai berikut:
a.       Menetapkan makna urgensi perubahan.
b.      Mengembangkan dan mengkomunikasikan visi dan strategi.
c.       Memberdayakan orang/organisasi/masyarakat untuk melakukan tindakan.
d.      Menghasilkan sukses jangka pendek.
e.       Mengonsolidasikan capaian kinerja dan menghasilkan lebih banyak lagi perubahan.
f.       Melembagakan rancangan (persiapan) baru dalam budaya organisasi.
Untuk membuat solusi yang rasional dan tepat diperlukan manajemen dan kepemimpinan yang aplikatif sebagai kekuatan pendorong perubahan. Manajemen dan kepemimpinan mempunyai perbedaan makna dilihat dari perspektif perubahan organisasi, seperti ddiperlihatkan berikut ini.
MANAJEMEN
KEPEMIMPINAN
Perancanaan dan penganggaran.
Menentukan arah.
Pengorganisasian dan penyusun staf.
Mengarahkan karyawan/staf.
Pengendalian dan pemecahan masalah.
Memberikan motivasi dan inspirasi.
Menghasilkan suatu taraf fasilitasi peramalan dan keteraturan dan kemungkinan menghasilkan kinerja jangka pendek yang diharapkan oleh para pihak yang berkepentingan.
Melakukan perubahan hingga taraf akhir dan kemungkinan perubahan yang sangat bermanfaat (reformasi yang berhasil).
Sumber:         Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Akuntabilitas dan Good Governance, Modul 1, Tahun 2000



E.   Organisasi Masa Depan
Masa depan selalu penuh risiko, maka perlu dilakukan analisi masalah yang dihadapi terutama tentang aplikasinya.
1.      Memelihara kesadaran tinggi akan urgensi
Kesadaran tinggi akan tingkat urgensi yaitu memahami hal-hal yang mendesak dan menempatkannya sebagai prioritas untuk dihadapinya akan sangat membantu proses mengatasi masalah dan langkah-langkah perubahan besar. Untuk mampu memelihara urgensi tingkat tinggi diperlukan sistem informasi akuntabilitas kinerja yang jauh lebih baik dibandingkan yang telah ada diabad 20 yang lalu. Diperlukan analisis dan evaluasi yang lebih cermat dan terukur, kinerja dan manajemen ilmu pengetahuan (knowledge management) agar mampu berinovasi untuk mewujudkan pencapaian visi menjadi tindakan nyata (aksi)
2.      Pengembangan organisasi instansi pemerintah
Tantangan utama dalam pengembangan instansi pemerintah adalah mengoptimalkan informasi untuk pengambilan keputusan dan menciptakan insentif yang layak dalam upaya meningkatkan pelayanan public yang prima dan mempertahankan kepercayaan public terhadap organisasi instansi pemerintah.dengan demikian, pengembangan organisasi mencakup tiga unsure sebagai determinan utama terhadap keberhasilan dan gagalnya organisasi sebagai berikut:
a.       Sistem penetapan wewenang, tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab.
b.      Sistem balas jasa yang sepadan.
c.       Sistem evaluasi indicator/pengukuran kinerja untuk individu dan unit organisasi.





3.      Perbandingan organisasi abad ke-20 dan abad ke-21
Berikut ini perbandingan organisasi pada abad ke-20 dan abad ke-21.
Abad 20
Abad 21
(Struktur)
(Struktur)
·         Birokratik.
·         Multilevel.
·         Disorganisasi dengan harapan manajemen mengatur.
·         Kebijakan, program dan prosedur yang saling ketergantungan internal yang rumit.
·         Non-Birokratik, lebih sedikit aturan.
·         Lebih sedikit level.
·         Manajemen yang memimpin.
·         Kebijakan, program dan prosedur yang menciptakan ketergantungan internal yang minimal diperlukan pihak berkepentingan.
(Sistem)
(sistem)
·         Tergantung pada beberapa sistem informasi kinerja.
·         Distribusi informasi terbatas pada para eksekutif.
·         Memberikan pelatihan manajemen dan sistem dukungan hanya pada karyawan senior.
·         Tergantung pada sistem informasi kinerja dan informasi penyebab kinerja.
·         Distribusi informasi yang luas dalam dan luar organisasi.
·         Memberikan pelatihan manajemen dan sistem dokumen pada karyawan.
(Budaya Organisasi)
(Budaya Organisasi)
·         Orientasi kedalam.
·         Tersentralisasi.
·         Lambat mengambil keputusan.
·         Realitas ideology.
·         Kurang berani mengambil risiko.
·         Orientasi keluar.
·         Memberdayakan.
·         Kecepatan dalam mengambil keputusan.
·         Terbuka dan berintegrasi.
·         Lebih berani mengambil risiko.

Perubahan fundamental yang terjadi dalam organisasi pada abad 21 yaitu:
1.      Kesadaran yang tinggi akan urgensi.
2.      Kerjasama tim dalam tataran manajemen puncak.
3.      Dapat menciptakan dan mengakomodasikan visi yang efektif.
4.      Pemberdayaan besar-besaran baik individu, organisasi dan masyarakat.
5.      Pendelegasian yang sangat baik kepada manajemen bahwa untuk kinerja jangka pendek.
6.      Tidak ada saling ketergantungan yang tidak perlu.
7.      Budaya organisasi yang adaptif dan penggunakan analisis kinerja (performance gap driven
F.    Kepemerintahan yang Baik dalam Konteks Otonomi Daerah
Demokrasi atau demokratisasi dalam bidang pemerintahan dilakukan melalui sistem desentralisasi, yang berarti memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengurus dan mengatur daerahnya berdasar aspirasi masyarakat local dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Desentralisasi diwujudkan dalam otonomi daerah (Otoda) yang dilaksanakan pada 1 Januari 2001.
Dalam menjalankan tugas (fungsi) Otoda, pemerintahan daerah otonom melaksanakan: (1) pemerintahan daerah secara efektif dan efisien, (2) pembangunan daerah yang merata keseluruh bagian wilayah, dan (3) memberikan pelayanan kepada masyarakat (public) secara tepat, cepat, murah, dan bermutu. Melaksanakan tugas kepemerintahan yang baik (good governance) mencakup aspek ekonomi, aspek administrasi, dan politik.
Aspek pertama dari tugas kepemerintahan yang baik adalah mewujudkan keadilan (equity) yang dimaksudkan adalah tidak membeda-bedakan, tidak diskriminatif, tidak mengistimewakan salah satu kelompok dalam masyarakat, memperlakukan secara adil, sehingga terwujud keadilan dalam perlakuan terhadap setiap penduduk dan kelompok masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan.
Aspek kedua dari kepemerintahan daerah yang baik adalah mencapai efisiensi, dalam arti mengembangkan persaingan yang sehat, menciptakan iklim berusaha yang kondusif, tidak menimbulkan keborosan, melakukan penghematan, menggunakan input dalam setiap unit produksi dengan harga terendah untuk mencapai manfaat/keuntungan yang besar. Dalam kaitannya dengan upaya menciptakan efisiensi produksi terdapat sasaran penting yaitu mengentaskan kemiskinan. Mengentaskan kemiskinan berarti membantu dan meringankan beban kehidupan penduduk berpenghasilan dibawah garis kemiskinan, agar mampu hidup berkecukupan. Sasaran pengentasan kemiskinan ini adalah sesuai dengan sasaran hak dasar rakyat, antara lain setiap orang berhak (1) memperoleh kehidupan yang layak (dalam pemenuhan pangan, sandang, dan papan), (2) memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan yang baik dan murah, dan (3) memperoleh lapangan pekerjaan yang layak.
Dalam melaksanakan pemerintahan yang efektif dan efisien, pihak eksekutif (1) menyusun strategi kebijakan pembangunan, (2) membuat rencana pembangunan dan melaksanakannya, dan (3) menyusunanggran pembangunan. Sedangkan tugas pihak legislative adalah (1) membuat peraturan perundang daerah, (2) mengesahkan anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan melakukan tugas pengawasan terhadap eksekutif.
Dalam melaksanakan birokrasi kepemerintahan yang baik dikenal empat prinsip, yaitu (1) koordinasi, (2) integrasi, (3) sinkronisasi, dan (4) simplifikasi, atau singkat KISS.koordinasi internal diartikan bahwa tugas kegiatan antarbagian dalam masing-masing Satuan Kerja Pemerintahan Daerah (SKPD) dilaksanakan tidak terlepas sama sekali tetapi diketahui oleh bagian lainnya. Koordinasi eksternal melibatkan kerja sama antar SKPD, untuk mecapai hasil keseluruhan SKPD yang lebih baik.
Secara konsepsional, prinsip KISS adalah sangat tepat dan sangat diperlukan dalam melaksanakan pembangunan daerah yang multi-dimensional, sedangkan sumber dana pembangunan daerah yang tersedia relative terbatas, sehingga perlu mencari cara yang lebih produktif, efektif, efisien, cepat, terarah/tepat, dan bermutu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masyarakat Madani

PERAN PUBLIC RELATION MENERAPKAN MANAJEMEN KRISIS DALAM MEMULIHKAN CITRA PT GARUDA INDONESIA

Socrates, Aristoteles, Plato